Air bisa menjadi kunci untuk menghasilkan baterai dengan cara yang lebih murah, lebih ramah lingkungan dan kurang berbahaya daripada pembuatan baterai lithium-ion yang kini begitu banyak digunakan pada gadget sehari-hari, kata peneliti.
Saat ini, baterai lithium-ion yang dapat dicharge biasanya ditemukan di perangkat mobile seperti ponsel, laptop dan komputer tablet, dan mereka semakin sering digunakan untuk daya kendaraan hybrid dan listrik. Seiring tumbuhnya minat penggunaan, para ilmuwan ingin memproduksi baterai dengan cara yang lebih murah dan lebih ramah lingkungan.
"Penerapan baterai lithium-ion di kendaraan listrik terhalang oleh biaya tinggi," kata peneliti Jianlin Li, seorang ilmuwan material di Oak Ridge National Laboratory, TechNewsDaily. "Sebagai contoh, biaya dari baterai lithium-ion di Nissan Leaf dan Chevy Colt adalah sekitar $ 500 per kilowatt-jam, yang hampir lima kali dari target biaya $ 110 per kilowatt-jam untuk sebuah kendaraan listrik dengan baterai lithium-ion yang ditetapkan oleh presiden Everywhere Grand Challenge. "
Saat ini, lebih dari 80 persen dari biaya pembuatan baterai lithium-ion adalah karena bahan dan pengolahan bahan-bahannya. Para ilmuwan di Oak Ridge National Laboratory di Tennessee sekarang tengah mencari pemecahan untuk mengurangi harga akibat kedua faktor ini.
Semua baterai menghasilkan listrik dengan mengalirkan arus listrik antara dua elektroda - katoda bermuatan positif dan anoda bermuatan negatif. Katoda memuat sekitar 70 persen dari total biaya baterai daya tinggi, dan pelarut organik yang digunakan untuk membuat katoda baterai lithium ion, N-metilpirolidon atau NMP, mahal, beracun dan menghasilkan uap yang mudah terbakar. Membuat baterai dengan pelarut ini juga memerlukan peralatan pengolahan anti-ledakan yang mahal dan untuk sistem daur ulang.
Alih-alih menggunakan NMP, para peneliti mengatakan mereka dapat menggantinya dengan sistem yang menggunakan air, yang jauh lebih aman, ramah lingkungan dan setidaknya 150 kali lebih murah dibandingkan bahan pelarut organik.
Mengganti NMP dengan air sangatlah rumit karena lumpur, atau cairan yang terkandung dalam bahan yang digunakan untuk membuat elektroda baterai, berperilaku dengan cara yang sangat berbeda jika air yang digunakan. Misalnya, dengan senyawa yang berbasis air biasanya tidak bagus untuk digunakan sebagai lapisan arus kolektor, materi yang mengumpulkan muatan listrik dari elektroda.
"Meskipun tampaknya cukup mudah untuk menggantikan NMP yang mahal dan beracun dengan air dalam pembuatan baterai, namun prosesnya sangat rumit dan membutuhkan pengetahuan yang luas dalam ilmu pengetahuan dan rekayasa untuk mewujudkan itu," kata Li.
Para ilmuwan mempekerjakan sejumlah trik yang berbeda untuk membuat air dapat bekerja. Misalnya, memperlakukan arus kolektor dengan electrified plasma mengubah permukaannya dengan cara yang membuat senyawa berbasis air dapat menutupinya lebih baik. Aditif dalam lumpur juga membantu mencegah partikel menggumpal secara bersamaan.
Dengan hasil penemuan sebelumnya daoat membantu para ilmuwan memproduksi anoda baterai lithium-ion menggunakan air. Namun, sampai sekarang, "tidak ada yang telah berhasil dengan baik dalam anoda dan katoda," kata Li.
Dengan menggunakan metode ini, para peneliti telah menciptakan baterai yang memiliki kinerja yang sangat baik dibandingkan dengan baterai konvensional. Mengganti NMP dengan air dirasa dapat mengurangi biaya keseluruhan dari baterai lithium ion sekitar seperdelapan, dan "seluruh proses jauh lebih ramah lingkungan," kata Li. "Hal ini memungkinkan pembuatan baterai secara berkelanjutan lebih terjangkau."
Para ilmuwan saat ini memiliki paten tertunda pada teknologi mereka tersebut. Mereka merinci temuan terbaru mereka secara online 25 Mei di Journal of Koloid dan Interface Science.(inpil/auw)
sumber http://news.infopilihan.com/2013/06/air-merupakan-kunci-pembuatan-baterai.html